Jabatan Itu Amanah* Oleh: Idat Mustari

- Penulis

Jumat, 7 November 2025 - 00:22 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bandung, Cyberliputan6.com-
Di tengah suasana pelantikan pejabat baru, suasana sering kali dipenuhi senyum dan tepuk tangan. Jabatan tampak seperti puncak pencapaian, simbol kepercayaan dan prestise. Namun dalam perspektif Islam, jabatan bukan sekadar kehormatan, melainkan ujian yang berat—sebuah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Dalam kehidupan sehari-hari, Amanah terbagi dalam tiga tingkatan utama: pertama, Amanah Diniyah, yakni kewajiban kepada Allah, mencakup pelaksanaan ibadah seperti shalat dan puasa, serta menjaga lisan.  Kedua, Amanah Dzatiyah, yakni kewajiban kepada diri sendiri, seperti menjaga kesehatan dan memanfaatkan potensi atau waktu dengan baik. Ketiga, Amanah Ijtima’iyah, yakni kewajiban kepada sesama manusia, termasuk menjaga titipan, kerahasiaan, dan menunaikan janji.

Amanah terbesar dirujuk dalam Surah Al-Ahzab ayat 72: {Innā ‘araḍnal-amānata ‘alas-samāwāti wal-arḍi wal-jibāli… wa ḥamalahal-insān, innahụ kāna ẓalụman jahụlā}. Ayat ini menceritakan bahwa langit, bumi, dan gunung-gunung menolak untuk memikul amanah tersebut karena khawatir berkhianat, tetapi manusia menerimanya. Para ulama tafsir sepakat bahwa amanah ini merujuk pada beban syariat (Taklif), yaitu perintah dan larangan Allah, serta kebebasan berkehendak (Ikhtiyar) untuk memilih antara ketaatan dan kekafiran, yang menjadi dasar pertanggungjawaban.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penerimaan amanah oleh manusia diakhiri dengan deskripsi “amat zalim (ẓalūman) dan amat bodoh (jahūlā)”. Deskripsi ini dipandang sebagai peringatan preventif atas potensi manusia untuk mengkhianati atau melalaikan konsekuensi besar dari tanggung jawab tersebut.

Rasulullah Saw., mengingatkan dalam hadis sahih, “Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanah, dan pada hari kiamat akan menjadi penyesalan kecuali bagi yang menunaikannya dengan benar.” (HR. Muslim).

Hadis ini menegaskan bahwa kekuasaan bukan ruang untuk bermegah, melainkan ladang pengabdian. Dalam pandangan Islam, pemimpin sejati adalah pelayan, bukan penguasa. Ia dituntut adil, jujur, dan menjaga hak-hak rakyatnya, bahkan terhadap hal-hal kecil sekalipun.

Khalifah Umar bin Khattab adalah contoh nyata betapa seriusnya amanah jabatan. Ia pernah berkata, “Seandainya seekor keledai tergelincir di jalan Baghdad, aku khawatir Allah akan menuntutku: mengapa engkau tidak meratakan jalannya, wahai Umar?” Kalimat itu menggambarkan tingkat tanggung jawab moral yang luar biasa—bahwa jabatan bukan hanya urusan administratif, tetapi juga spiritual.

Sayangnya, dalam realitas modern, jabatan sering disalahartikan sebagai jalan menuju kenyamanan dan kekuasaan. Banyak orang berlomba-lomba meraih posisi tanpa kesiapan moral. Padahal, kekuasaan tanpa kesadaran amanah hanya akan melahirkan penyimpangan, korupsi, dan kesewenang-wenangan.

Islam mengajarkan bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban. Nabi Muhammad Saw., bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pesan ini berlaku universal—bagi pejabat publik, pimpinan organisasi, kepala keluarga, hingga individu yang memimpin dirinya sendiri. Jabatan apa pun, sekecil apa pun, adalah cermin tanggung jawab.

Karena itu, sudah seharusnya kita menata ulang cara pandang terhadap jabatan. Ia bukan hadiah untuk disyukuri dengan pesta, melainkan amanah yang harus ditunaikan dengan kerja, integritas, dan kejujuran. Pemimpin sejati bukan yang paling tinggi jabatannya, tetapi yang paling takut mengkhianati tanggung jawabnya.

Di akhirat kelak, jabatan tidak akan ditanya seberapa tinggi, melainkan seberapa adil. Maka, bagi siapa pun yang hari ini memegang kekuasaan—ingatlah bahwa setiap keputusan akan menjadi catatan amal. Jabatan bisa menjadi jalan menuju surga, atau sebab turunnya azab.

Dan yang membedakan keduanya hanya satu: apakah kita menunaikannya sebagai amanah, atau memanfaatkannya sebagai kebanggaan. Wallahua’lam bishshawab
Penulis Buku Bekerja Karena Allah dan Komisaris Utama BPR Kerta Raharja Kab Bandung
Reporter: H.MUMU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow WhatsApp Channel cyberliputan6.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Banyak Jasa Orang Lain,Oleh : Idat Mustari
Perkuat Peran Ulama di Akar Rumput, Camat Ciwidey Hadiri Program Kaderisasi Ulama Berbasis Desa
Kecamatan Ciwidey Raih Juara 1 Ajang KIBB 2025 Kabupaten Bandung, Bukti Komitmen Inovasi Pelayanan Publik
Operasi Gabungan Tertib Administrasi Kendaraan Digelar di Exit Tol Cileunyi
BP2MI dan Komisi IX DPR RI Edukasi Warga Karawang Tentang Kerja Luar Negeri yang Legal dan Aman
“Jumsih”, Tradisi Jumat Bersih di Kecamatan Ciwidey, Wujud Nyata Kepedulian terhadap Lingkungan
Camat Ciwidey Ikuti Apel Kesiapsiagaan Bencana Bersama BPBD Kabupaten Bandung
Kang DS Tegaskan Komitmen Percepat Pembangunan Koperasi Merah Putih di Seluruh Desa
Berita ini 11 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 14 November 2025 - 11:29 WIB

Banyak Jasa Orang Lain,Oleh : Idat Mustari

Jumat, 7 November 2025 - 07:52 WIB

Perkuat Peran Ulama di Akar Rumput, Camat Ciwidey Hadiri Program Kaderisasi Ulama Berbasis Desa

Jumat, 7 November 2025 - 00:22 WIB

Jabatan Itu Amanah* Oleh: Idat Mustari

Kamis, 6 November 2025 - 04:37 WIB

Kecamatan Ciwidey Raih Juara 1 Ajang KIBB 2025 Kabupaten Bandung, Bukti Komitmen Inovasi Pelayanan Publik

Rabu, 5 November 2025 - 09:29 WIB

Operasi Gabungan Tertib Administrasi Kendaraan Digelar di Exit Tol Cileunyi

Berita Terbaru

Uncategorized

Banyak Jasa Orang Lain,Oleh : Idat Mustari

Jumat, 14 Nov 2025 - 11:29 WIB

Uncategorized

Jabatan Itu Amanah* Oleh: Idat Mustari

Jumat, 7 Nov 2025 - 00:22 WIB